Selasa, 08 Juli 2014

Aplikasi Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Process Costing Pada Peternakan Ayam Petelur Lawu Farm

      Dalam produksi suatu barang terdapat dua jenis biaya, yaitu biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan biaya non produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non produksi, yaitu meliputi bahan baku dan tenaga kerja tidak langsung [4].
     Harga pokok produksi terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini [1]:
a. Bahanbaku langsung (direct material costs)
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang berhubungan langsung dengan produk yang dihasilkan oleh pabrik. Bahan baku merupakan bahan dasar yang dipakai untuk membentuk produk jadi yang diolah dalam perusahaan. Bahan baku ini dapat diperoleh dari pembelian atau pengolahan sendiri.
b. Biaya tenaga kerja langsung (direct labor costs)
Biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang berhubungan langsung dari pengolahan bahan baku menjadi produk jadi selama proses produksi.
c. Biaya overhead pabrik (manufacture overhead costs)
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Beberapa elemen biaya overhead pabrik antara lain: biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tak langsung, biaya listrik pabrik, maupun biaya lain-lain yang ditentukan perusahaan sebagai biaya overhead pabrik.

       Sesuai dengan sifat proses produksi suatu perusahaan, maka proses pengumpulan data biaya produksi dalam penentuan harga pokok produksi dapat dikelompokkan menjadi dua metode, yaitu Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost) dan metode Harga Pokok Proses (Process Cost).
      Metode job order adalah metode pengumpulan biaya produksi pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Karakteristik dari metode job order adalah sebagai berikut [4]:
a. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara individual.
b. Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi dua kelompok berikut ini: biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
c. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya overhead pabrik.
d. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesaan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.
e. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
    Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Metode process costing merupakan metode pengumpulan biaya produksi yang diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan produk secara masal. Karakteristiknya antara lain [4]:
a. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.
b. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama (homogen)
c. Kegiatan produksi dimulai dengan dikeluarkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi standar untuk jangka waktu tertentu.
Dalam sistem process costing, obyek biaya adalah proses yang menghasilkan unit produk atau jasa masal yang sejenis. Biaya unit individual dihitung dengan merata-ratakan total biaya proses dengan total jumlah unit yang sejenis tersebut [2]. Dalam produksi bertahap, setiap saat ada satuan-satuan yang selesai dikerjakan. Oleh sebab itu, dalam produksi bertahap setiap bagian produksi harus dipandang sebagai unit-unit yang berdiri sendiri, yang untuk produksi yang dihasilkannya mengeluarkan biaya-biaya. Oleh sebab itu, secara berkala harus memberikan laporan biaya produksi yang antara lain harus memuat pertanggung jawaban biaya-biaya yang dikeluarkan [5].

Sabtu, 31 Mei 2014

Tabel dan Grafik

Tabel
 Tabel 1.1 Perkembangan jumlah UKM dan Tenaga Kerja 
pada tahun 2007-2009
No
Uraian
2007
2008
2009
1.
Jumlah UKM
31.831
32.147
32.256
2.
Jumlah UKM Yang terbina oleh Dinas Perindakop
1.949
1.984
2.019
3.
Jumlah Tenaga Kerja
51.798
54.388
57.107
4.
Usaha Mikro
23.873
25.718
25.804
5.
Usaha Menengah
1.598
1.607
1.614
6
Usaha Kecil
6.366
4.822
4.838


Kesimpulan: 
 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 
  1. Perkembangan jumlah UKM terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 32.256. dan yang terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 31.831.
  2. Perkembangan jumlah UKM yang dibina oleh Perindakop terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2019. dan yang terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 1949.
  3. Perkembangan jumlah tenaga kerja terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 57.107. dan yang terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 51.798.
  4. Perkembangan Usaha Mikro terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 25.804. dan yang terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 23.873.
  5. Perkembangan Usaha Menengah terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 1614. dan yang terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 1598.
  6. Perkembangan Usaha Kecil terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 6366. dan yang terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 4822.
Sumber: http://bpt.bogorkab.go.id/invest/ketenagakerjaan.php
 
Grafik



Gambar 1.1 Grafik Penduduk Miskin di Kabupaten Bogor Tahun 2002-2011


Kesimpulan dari grafik diatas adalah: 

    Persentase penduduk miskin yang tertinggi di kabupaten bogor adalah pada tahun 2006 yaitu sebesar 13.83%. Dan persentase penduduk miskin yang terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.42%.

Sumber: http://bpt.bogorkab.go.id/invest/kependudukan.php

Senin, 28 April 2014

NoSQL

NoSQL merupakan basis data non relasional dengan schema-free yang memunculkan pertanyaan bagaimana NoSQL dapat melakukan partisi untuk data yang berukuran besar, melakukan query, replikasi data, dan mendukung adanya konsistensi. Bagian ini berisi penjelasan empat model data NoSQL, yaitu column-oriented, document-oriented, object-oriented dan graph-oriented [21].
Brewer membuat teorema basis data yang menjelaskan bahwa sebuah DBMS hanya dapat memilih paling banyak dua diantara tiga karakteristik ada, yaitu konsistensi data, ketersediaan data, dan toleransi untuk dipecah menjadi beberapa partisi [24].
RDBMS memilih untuk memprioritaskan konsistensi data dan ketersediaan data, sedangkan mayoritas NoSQL memilih untuk menggunakan ketersediaan data dan toleransi pemartisian data, karena kebanyakan basis data NoSQL digunakan pada aplikasi yang harus menyimpan dan memproses banyak data dengan cepat seperti website jejaring sosial, mesin pencari, dan lain sebagainya. Sebagai konsekuensi dari pilihan tersebut, NoSQL mengorbankan kemudahan untuk konsistensi data. Ketidak konsistenan sebuah basis data dapat menimbulkan kesalahan yang fatal dalam beberapa kasus [6].
Sebagai contoh dalam aplikasi penjualan online seperti pada Amazon, saat ada dua atau lebih pembeli yang melakukan transaksi pembelian pada barang yang sama, pada sistem basis data yang tidak konsisten akan mengijinkan kedua transaksi tersebut. Akibatnya, apabila stok barang yang bersangkutan hanya satu, maka salah satu dari pembeli akan dirugikan karena validasi transaksi dan pembayaran tetap berhasil, namun barang tidak tersedia[6].
Meskipun aplikasi yang menggunakan NoSQL dapat merekayasa validasi konsistensi data melalui pemrograman, Xiang [25] menawarkan solusi dengan membuat middleware layer yang menggunakan algoritma hash untuk mempartisi dan mereplikasi data. Algoritma yang digunakan dapat memastikan konsistensi data pada basis data NoSQL yang terpartisi pada beberapa node, bahkan juga mampu mengidentifikasi jika ada salah satu node server yang hilang (rusak atau tidak terhubung). Sayangnya solusi semacam ini juga mengakibatnya menurunnya performa server dan meningkatnya waktu pemrosesan query.
Meski demikian, kritikan tersebut juga mendapat sanggahan dari beberapa praktisi seperti Mark C dkk [27] dan [28]. Para penyanggah menekankan bahwa pembandingan NoSQL dengan basis data relasional adalah tidak tepat, karena keduanya memiliki tujuan penggunaan yang berbeda, basis data relasional untuk aplikasi yang sensitif terhadap konsistensi sedangkan NoSQL ditujukan untuk pemrosesan data skala besar dan tidak sensitif terhadap konsistensi. NoSQL juga memang bukan untuk menawarkan solusi yang baru, namun lebih pada solusi lama yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan baru.
Konsep utama dari penerapan NoSQL adalah bagaimana mengatasi jumlah data yang sangat besar dan ledakan data dalam aplikasi web sebagai paridigma baru dalam penerapan teknologi basis data. Permasalahan dalam RDBMS mengenai skalabilitas dan partisi data dapat diatasi dengan menggunakan NoSQL. NoSQL memiliki beberapa keunggulan seperti basis data non-relasional (meliputi hirarki, graf, dan basis data object oriented); MapReduce yang diambil dari fungsi pemrograman diterapkan untuk menghasilkan dataset yang besar; Schema-free yang memungkinkan dimana tidak terdapat tabel, kolom, kunci primer dan sekunder, join, dan relasi.
Empat model data NoSQL juga telah berhasil diinvestigasi dalam penelitian ini, yaitu column-oriented, document-oriented, object-oriented, dan graph-oriented. Sistem pembagian data dapat dilakukan dengan memenuhi dua dari tiga teori CAP. Untuk peningkatan horizontal scaling, NoSQL mengorbankan konsistensi. Meskipun demikian NoSQL merupakan alternatif dari RDBMS dalam hal pendistribusian data, bukan penanganan masalah secara keseluruhan terutama transaksi yang tinggi. NoSQL tidak menerapkan konsistensi dan integritas data, hal ini membuat programmer harus bekerja ekstra dalam untuk mengatasinya dari sisis pemrograman.

DAFTAR PUSTAKA 
  1. N. Arif, NoSQL: the End of RDBMS? http://arifn.web.id/blog/2010/05/05/nosql-the-end-of-RDBMS.html, diakses pada 15 February 2011
  2. Wei, Kang, Sicong, Tan, Qian, Xiao, Amiri, Hadi, ”An Investigation of No-SQL Data Stores”. http://www.comp.nus.edu.sg/~ozsu/cs5225/Projects/CS5225Final_v15.pdf, diakses pada 10 February 2011.
  3. N. Lynch and S. Gilbert, “Brewer's Conjecture and The Feasibility of Consistent, Available, Partition-tolerant Web Services”, ACM  SIGACT News, 2002, vol. 33 Issue 2, pp. 51-59
  4. Xiang, P., Hou, R., and Zhou, Z., “Cache and Consistency in NOSQL,” 3rd IEEE International Conference on Computer  Science and Information Technology ICCSIT, 2010. Vol. 6, pp. 117-120
  5. Mark C. Chu-Carroll, Databases are hammers; MapReduce is a screwdriver, http://scienceblogs.com/goodmath/2008/01/database_are_hammers_mapreduc.php, diakses pada 10 February 2011.
  6. Relational Database Experts Jump The MapReduce Shark, http://typicalprogrammer.com/programming/mapreduce/,  diakses pada 10 Feb 2011.